Jumat, 15 Juni 2012

Guru Ama Diabadikan Nama Aula GPG

Aula Gedung Perjuangan Guru (GPG) Gorontalo yang dapat menampung sekitar 700 orang, telah disepakati diberi nama Aula Guru Ama, yakni sapaan populer mantan Bupati Kab. Gorontalo periode 2000-2005 H. Ahmad Hoesa Pakaya, SE, MBA. Menurut Nelson Pomalingo, pengabadian nama Guru Ama, merupakan bentuk ungkapan terima kasih, karena tokoh inilah yang pertama kali mengapresiasi gagasan pembangunan Gedung Guru dengan menghibahkan tanah seluas 1000 M persegi. Selain itu, sosok Ahmad Pakaya representasi dari guru yang sukses menjadi pengusaha dan politisi yang cukup disegani, tidak hanya di tingkat lokal tapi juga nasional. Selain mantan Bupati, Guru Ama juga pernah menjadi Anggota MPR RI, Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara, Ketua DPD I Golkar Provinsi Gorontalo dan dikenal sebagai pengusaha pribumi yang sukses membangun usahanya dengan modal kerja keras. Nelson mengharapkan, perjuangan, semangat dan kerja keras yang terpatri dari seorang Guru Ama, kelak akan menjadi teladan, spirit serta menjadi sumber inspirasi dan referensi bagi guru di Gorontalo untuk menjadi yang terbaik dalam menjalankan tugas sebagai pendidik. Guru Ama muda, pada awal tahun 1960 –an pernah menjalani profesi Guru SD setelah lulus dari Sekolah Guru Bantu (SGB) pada tahun 1959. Ia merupakan lulusan angkatan pertama SGB yang pada era orde baru berganti nama menjadi Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Gorontalo. Bekas gedung sekolah yang telah banyak melahirkan Guru di Gorontalo itu, kini menjadi kampus 2 UNG di jalan Raden Saleh Kota Gorontalo. Sahabat karib Ahmad Pakaya semasa SGB, alm. Mohamad Mahadjani ketika masih hidup tahun 2007 kepada Gema PGRI pernah mengisahkan, setelah lulus dari SGB, Ahmad Pakaya sempat menjadi guru SR di Biluhu Batudaa Pantai, yakni sebuah desa terpencil di bagian selatan Gorontalo. Tidak berapa lama kemudian, Guru Ama pindah tugas menjadi Guru SD di Bongomeme Kab. Gorontalo. Saat bertugas di Bongomeme itulah, Guru Ama konon memilih berhenti dan beralih profesi menjadi pedagang di pasar-pasar tradisional. (AM)

UN 2012, Gorontalo “Satu Kelas” dengan NTT dan Papua

Menjadi Cambuk atau Mencari Kambing Hitam? Persentase ketidak lulusan Ujian Nasional SMA Provinsi Gorontalo yang berada di urutan 5 besar tertinggal di Indonesia merupakan pil pahit yang harus diterima dengan jiwa besar yang disertai dengan intropeksi yang sungguh-sungguh. Posisi Gorontalo yang masih termasuk daerah tertinggal, sejajar atau masih sekelas dengan Papua dan NTT dalam perolehan Nilai Ujian Nasional, disisi lain merupakan tamparan keras bagi pemerintah Daerah dan dunia pendidikan yang pada tahun-tahun mendatang semestinya menjadi cambuk bagi pemerintah Daerah terutama Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah dan Guru untuk berbenah. Jika mengamati secara cermat, sebenarnya keseluruhan program-program dan kebijakan pemerintah daerah selama ini sudah cukup bagus dan prospektif. Justru yang menjadi resistensi kemajuan pendidikan di daerah ini lebih banyak dipicu oleh sikap dan perilaku yang dipertontonkan oleh para pengambil kebijakan di Dinas Pendidikan. Kepala Dinas Pendidikan misalnya, selama ini enggan memaparkan kelemahan, kekurangan dan kendala yang dihadapi dunia pendidikan. Yang ada justru lebih mengedepankan “pencitraan” dengan menutupi kelemahan dan bahkan kebobrokan yang ada. Besaran Anggaran pendidikan yang dialokasikan pemerintah daerah pun terkadang ditutup-tutupi, alias tidak pernah dipublikasikan ke masyarakat, apalagi jika itu kurang dari 20 persen sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi. Demikian pula, selama ini, tidak ada seorang Kepala Dinas pun yang berani mempertanyakan kepada Bupati atau Gubernur maupun DPRD perihal anggaran yang kurang dari 20 persen dari APBD seperti yang diamanatkan oleh konstitusi. Hal ini menggejala karena banyak pejabat di pendidikan kita yang menjunjung tinggi prinsip Asal Bapak Senang (ABS), Asal Rakyat Senang, yang disertai tendensi – tendensi tertentu yang tidak disadari justru beresiko bagi masa depan pendidikan. Kepala Dinas dan Kepala Sekolah sangat terasa nuansanya takut “dicopot” kehilangan jabatan. Yang paling menyedihkan lagi, banyak diantara para pejabat kita yang bersikap ibarat “Buruk Muka Cermin Dibelah” yang selalu berupaya mencari “kambing hitam” untuk menyalahkan pihak lain atau melemparkan kesalahan pada faktor-faktor tertentu ketika dituding gagal, seakan-akan kegagalan yang diperoleh bukan merupakan kesalahan dan tanggung jawabnya. Perilaku yang terus – menerus mencuat dari tahun ke tahun ini pada akhirnya menjadi bumerang, karena para Kepala Dinas dan Kepala Sekolah bahkan guru tidak lagi berpikir keras untuk berkreasi dan beriovasi, tidak lagi memiliki semangat untuk menggagas ide dan terobosan-terobosan penting. Resistensi lainnya yang juga menggejala adalah “Proyeknisasi” program-program dan kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan. Pada tataran implementasi program dan kebijakan biasanya , nuansa “proyek” lebih terasa ketimbang substansi program. jika menyangkut urusan proyek, terutama aparat di Dinas Pendidikan lebih bersemangat, memiliki daya respon yang sangat tinggi untuk memberikan layanan maksimal. Tapi jika, ada guru yang menghadap hanya untuk minta tanda tangan kenaikan pangkat, bermohon beasiswa untuk melanjutkan studi atau bahkan mengajukan usulan program peningkatan kompetensi siswa , jangan berharap cepat-cepat direspon dan dilayani, yang bakal dilayani terlebih dahulu adalah kontraktor dan pengusaha. Lain lagi, Pernah suatu hari, GEMA PGRI bertandang ke salah satu sekolah di Kabupaten Gorontalo. Ketika menanyakan keberadaan Kepala Sekolah, salah seorang guru menjawab Kepala Kpsek sedang keluar. Ketika ditanyakan lagi keluar dalam rangka apa karena masih jam sekolah, sang guru tersebut tidak bisa mengelak dan menjawab, Kepala Sekolah pergi ke Toko beli Semen. Kebetulan sekolah itu mendapatkan alokasi pembangunan 2 unit RKB yang diswakelolakan. Itu contoh kecil saja. Jika menelaah lebih jauh, hasil UN yang dari tahun ke tahun tidak beranjak dari rangking 10 besar terendah di Indonesia merupakan sebuah isyarat betapa kita tidak pernah “bercermin”. Terkadang banyak diantara pejabat pendidikan kita, ketika menanggapi kegagalan menjadi nampak begitu cakap dan cerdas berorasi hanya untuk melemparkan kesalahan pada orang lain, menyalahkan sistem dan mempersalahkan faktor lain yang menjadi pemicu kegagalan dihadapan masyarakat, dihadapan wartawan dan dihadapan aktifis LSM. Itu artinya, pejabat di pendidikan kita masih banyak yang belum memiliki jiwa besar, lebih takut kehilangan muka dan tidak mau pula kehilangan jabatan gara-gara hasil UN. (AM)

Jumat, 23 Maret 2012

Berandai-andai itu Juga Penting



Berandai-andai dalam perspektif agama dapat dibagi menjadi dua bagian. Berandai-andai untuk hal positif dan negatif. Untuk hal positif tidak mutlak dilarang. Sementara yang sangat terlarang adalah berandai-andai yang dapat menyeret pada “kesyirikan”. ” Sandainya tidak ada saya pasti kamu sudah begini dan begitu…, atau “ Andaikata dulu saya begini pasti saya…., larangan mengucapkan “andaikata” maupun “seandainya” telah termaktub di Al qur’an maupun Hadits.
Salah satunya yang bisa dikutip disini adalah Hadits yang Diriwayatkan dalam shoheh Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :, “Bersungguh-sungguhlah dalam mencari apa yang bermanfaat bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusanmu), dan janganlah sekali-kali kamu bersikap lemah, dan jika kamu tertimpa suatu kegagalan, maka janganlah kamu mengatakan : “seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu’“, tetapi katakanlah : “ini telah ditentukan oleh Allah, dan Allah akan melakukan apa yang Ia kehendaki”, karena kata “seandainya” itu akan membuka pintu perbuatan syetan.”
Dalam perspektif yang lain seperti yang telah dijelaskan oleh syaikh Muhammad bin sholih al Utsaimin, bahwa berandai-andai itu dilarang untuk empat hal yakni : pertama, Apabila digunakan untuk menentang syariat. Pada perang Uhud, Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh munafik mengundurkan diri dari pasukan beserta sepertiga pasukan kaum muslimin. Ketika itu 70 kaum muslimin mati syahid. Karena itu, Abdullah bin Ubay dan teman temanya mencemooh dgn mengatakan: "Andaikan mereka menaati kami dengan kembali ke Madinah niscaya mereka tidak terbunuh. Ucapan sejenis diharamkan karena sungguh menjerumuskan ke dalam kekafiran. Kedua, Untuk menentang takdir. Allah SWT berfirman: "Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang orang kafir (orang orang munafik) itu, yg mengatakan kepada saudara saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang: 'Kalau mereka tetap besama sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh."... (QS. Ali Imron:156). Ketiga, Sebagai Ungkapan Penyesalan. Ini juga diharamkan karena semua hal yang menyebabkan penyesalan dilarang karena sesal itu mengakibatkan jiwa bertambah sedih dan apatis (putus asa). Padahal Allah SWT. Menghendaki agar dada kita lapang. Contohnya, seseorang ingin membeli sesuatu dgn harapan memperoleh untung ternyata malah rugi kemudian ia berkata: "Andaikan aku tidak membelinya tentu aku tidak akan rugi." Ini merupakan penyesalan dan kesedihan. Peristiwa seperti ini banyak terjadi dan ini dilarang dan Keempat berandai-andai sebagai alasan untuk berdalih dengan takdir ketika berbuat maksiat.
Dengan demikian, dalam berandai-andai perlu ada pemilahan mana yang boleh dan mana yang dilarang oleh agama. Dalam perspektif pengandaian yang tidak termasuk dalam kategori diatas, maka berandai-andai itu tidak mutlak dilarang.
Pengandaian dalam konteks yang tidak melanggar norma agama adalah sebuah refleksi kehidupan yang justru dalam sejarah peradaban manusia telah membangunkan harapan untuk terus menjalani hidup dengan optimis.
Obyek dari pengandaian terkadang menjadi sebuah titik yang biasanya menjadi target yang harus diraih. Karena sesungguhnya obyek pengandaian yang tidak dilarang adalah peristiwa yang belum terjadi. Tidak heran pula jika dalam ajaran agama, umat manusia diajarkan untuk menyebut Insya Allah, artinya jika Allah menghendaki, Karena sesungguhnya apa yang ada di dunia ini terpulang kepada kekuasaan dan atas izin dari Allah SWT.
Pengandaian jenis ini sifatnya lebih tepat disebut sebagai sebuah kudrat manusiawi dan merupakan ruang lingkup tugas otak kanan yang dianugerahkan oleh Allah SWT.
Terkadang suatu kejadian, peristiwa, atau karya dan karsa yang dihasilkan oleh umat manusia, hampir dapat dipastikan akar sumbernya dari sebuah pengandaian. Pengandaian seakan menjadi spirit bagi seseorang “Seandai aku lulus SMA nanti aku akan masuk Polisi”. Dari pengandaian itulah lahir motivasi untuk berlatih dan belajar bagaimana agar bisa lulus dalam seleksi penerimaan polisi jika sudah lulus SMA nanti. Dalam proses latihan itu, muncul bayangan-bayangan bagaimana dirinya nanti berpakaian kebesaran polisi misalnya.
Berandai-andai juga identik dengan imajinasi, khayalan dan fantasi yang kemudian menjelma menjadi sebuah niat, tekad dan impian, yang selanjutnya dirangkai dengan disusunnya sebuah rancangan perencanaan hidup yang tersistematis, konsisten dan dinamis. Pengandaian, berandai-andai dengan demikian, seakan menjadi poros yang menjadi mesin penggerak lahirnya siklus kehidupan sehingga menjadi dinamis.
Tidak hanya dalam persoalan kehidupan secara umum, dalam bidang ekonomi, hukum dan politik pun, berandai-andai adalah hal yang lumrah terjadi. Sudah hampir dapat dipastikan misalnya, Siapapun tokoh yang akan maju sebagai Calon Walikota Gorontalo 2013-2018 mendatang sebenarnya berawal dari berandai-andai. “Andai aku mencalonkan menjadi walikota, bagaimanakah reaksi masyarakat?. Jika analisanya mengatakan iya……maka niat sudah pasti muncul.
Tidak heran jika tokoh-tokoh yang telah memantapkan niatnya untuk maju mencalonkan diri sudah pasti telah melalui proses yang bersumber dari berandai-andai, berhayal, selanjutnya masuk pada proses reflektif yang akan muncul dalam benaknya berupa gambaran, bayangan-bayagan dirinya ketika berkampanye, ketika diinyatakan menang dan ketika dilantik menjadi Walikota (AM)

Minggu, 18 Maret 2012

Andai Ku Jadi Calon Walikota

Episode : Tebar Uang dan Janji, No ! Tebar Gagasan, Yess !



Ali Mobiliu.

Bagian Pertama :

Menjelang Pemilihan Walikota Gorontalo 2013 mendatang, telah banyak bermunculan calon-calon yang mengklaim dirinya mampu membawa perubahan dan kemajuan di Kota Gorontalo. Baik calon dari politisi maupun incumbent, sejauh ini sudah ada yang mulai start dengan menawarkan berbagai program dan konsep-konsep membangun untuk sebuah kemajuan dan masa depan Kota Gorontalo. Bahkan ada yang sudah mulai tebar pesona, tebar janji sambil menyambangi rumah-rumah penduduk yang dikemas dalam nuansa“silaturahim” sembari memberi bantuan sembako dan uang dari puluhan hingga ratusan ribu rupiah.

Andai aku benar-benar maju sebagai calon Walikota, aku tidak akan pernah tebar pesona, karena memang sejak lahir, dengan gaya apapun tidak akan pernah mempesona. Juga tidak akan tebar janji, karena takut kelak tidak bisa ditunaikan.

Tebar uang dan bagi-bagi sembako juga tidak akan, karena selain tidak ada, juga takut rakyat akan curiga, jangan-jangan, setelah terpilih nanti, hanya akan memikirkan bagaimana mengembalikan uang yang telah dikeluarkaan saat sosialisasi dan kampanye.

Lagi pula, aku sangat yakin, rakyat kota tidak butuh pemberian uang recehan, tidak butuh sembako yang hanya habis satu – dua hari. Aku sangat optimis, masyarakat kota tidak akan menjual suaranya. Perasaan mayoritas rakyat kota, sama dengan perasaanku yang akan merasa tersinggung, jika keberadaanku, eksistensiku sebagai manusia dan sebagai warga, hanya dihargai dengan selembaran uang dan sembako ketika menjelang Pilkada. Aku tidak akan terjebak pada rayuan sesaat, aku adalah manusia yang memiliki nilai. Mau menerima uang dari hasil bekerja, bukan menerima uang karena aku harus memilih si A atau si B.

Rakyat Kota Gorontalo bagiku adalah komunitas masyarakat yang cerdas yang tidak akan mudah goyah dan terpesona oleh indahnya kemasan yang dipampangkan oleh para calon pemimpin. Rakyat kota butuh isi, butuh substansi dan bukan seremoni.

Juga masyarakat kota adalah komunitas rasional yang justru akan mempertanyakan kredibilitas calon pemimpin yang royal, sok dermawan dan terkesan menghambur-hamburkan uang, apalagi memanjakan tim sukses dengan hura-hura. Karena itu, jika aku menjadi calon walikota, Tebar Uang dan Janji, No ! Tebar Gagasan, Yes….


Ya….aku ingin melawan dan menentang pemahaman dan persepsi sebagian kalangan bahwa suara rakyat bisa dibeli. Aku ingin berhipotesa bahwa suara rakyat tidak selamanya bisa dibeli dengan uang dan bagi-bagi sembako.

Itu memang melawan arus, tapi melawan arus tidak akan mati konyol, justru sebaliknya, melawan arus saat ini adalah sebuah keharusan ditengah kegersangan dan dekadensi “moral” yang terus mencuat.

Aku sadar, mayoritas warga kota memiliki nasib dan sepenanggungan yang sama denganku. Tidak ingin menerima uang dari pejabat dengan senyum kecut yang diberikan lima tahun sekali. Warga kota juga tidak satupun yang ingin menjadi pengemis, melainkan ingin berkarya dan bekerja, warga kota tidak ingin menjadi pecundang, tidak ingin hidup melarat, tidak ingin anak cucunya nanti mengalami nasib yang sama dengannya.

Juga aku sangat mengerti, rakyat kota seperti aku, pernah merasakan bagaimana susah dan prihatinnya ketika banjir datang dan melihat rumah-rumah saudara-saudaraku sesama warga yang digenangi air yang penuh lumpur, bagaimana gerahnya hidup di kota yang gersang, kurangnya pepohonan yang hijau nan rindang, bagaimana prihatinnya melintasi jalan-jalan yang disana sini penuh dengan kubangan. Belum lagi, bagaimana sulitnya mendapatkan kenderaan murah tapi nyaman, bukan kenderaan bentor yang selain mahal juga tidak teratur, hingga membuat suasana kota kian hari kian semrawut.

Aku juga mengerti perasaan anak-anak muda yang tidak ingin hidupnya hanya menjadi tukang bentor seumur hidup, mereka anak muda butuh kepastian dan masa depan yang cemerlang, memiliki impian bekerja di perusahaan-perusahaan bonafid dengan gaya dan style yang parlente.

Aku yakin seyakin-yakinnya, warga kota memiliki satu impian yakni menjadi warga yang mandiri. Mereka senantiasa membutuhkan pemimpin yang tidak hanya pintar beretorika, pintar bermanuver, tapi rakyat menghendaki seorang pemimpin yang memiliki gebrakan nyata dan konkrit, bukan pemimpin yang hanya terjebak pada rutinitas, keluar masuk kampung, melempar senyum ramah seakan-akan sayang pada rakyatnya. Bukan pula pemimpin yang hanya mengajarkan warganya pintar mengaji, tapi juga harus lihai mencarikan dan memfasilitasi rakyatnya untuk bisa berusaha, memiliki lapangan pekerjaan dengan upah yang layak.

Jika aku maju sebagai calon walikota, aku tidak akan memanfaatkan moment waktu yang tersisa untuk mengadakan “nikah massal” “sunatan massal”, karena aku tidak mau wargaku yang lain tersenyum sinis dengan kata-kata yang meremehkan mereka. Jika memiliki kelebihan, aku akan datang ke rumah-rumah mereka diam-diam, memberikan bantuan tanpa wartawan, tanpa publikasi dan tanpa tedeng aling-aling, memberi dan menyayangi tanpa syarat.

Ku sadar, rakyat sudah jenuh dengan janji-janji ketika pemilu dan pilkada akan digelar, rakyat juga sudah muak dengan cara-cara yang tidak lazim untuk menjadi pemimpin.

Pemimpin itu terlahir dari tengah-tengah rakyat, bukan lahir karena rekayasa, bukan karena menjilat, bukan pula karena ia banyak harta, dermawan dan gelar berjubel.

Kepemimpinan itu tidak bisa dilihat dari inputnya, tetapi bagaimana proses suatu kehidupan berjalan hingga mengubah seseorang ditokohkan hingga menjadi seorang pemimpin yang kemudian dengan ketokohannya itu, memunculkan karakter kepemimpinan yang bisa menjadi sandaran bagi kehidupan rakyat, yang mampu mengulurkan solusi dari setiap persoalan di masyarakat. (AM)

Kamis, 15 Maret 2012

Forum Guru Honor Gorontalo Terbentuk


Forum Guru Honor (FGH) Gorontalo yang nantinya akan menjadi wadah perjuangan perbaikan nasib para guru honorer se Provinsi Gorontalo akhirnya terbentuk Selasa (13/3) dalam Musyawarah Daerah (Musda) Guru Honor yang diikuti oleh utusan guru honor Kab./Kota se Provinsi Gorontalo.

Pada kegiatan Musda yang dipimpin Ketua PGRI Provinsi Gorontalo Prof. Nelson Pomalingo itu, juga telah berhasil membentuk kepengurusan di tingkat Provinsi sekaligus penetapan mandatir yang akan bertugas membentuk kepengurusan di tingkat Kabupaten/Kota.

Penetapan susunan pengurus pada kegiatan yang digelar di Gedung Guru Provinsi Gorontalo jln PGRI Kel. Huwangobotu Dungingi itu berjalan lancar dan tidak menemui hambatan yang cukup berarti. Terpilih sebagai Ketua Chandra Manto, Wakil Ketua 1 Milawati Eki, Wakil Ketua II Risno Hunowu, Wakil Ketua III Abd. Azis Idrus, Sekretaris Ariyati, S.Pd, Wakil Sekretaris Faisal Pautina, Bendahara Hadjara Kasrim dan Wakil Bendhara Fian Hasan serta dilengkapi Divis-Divisi yakni Divisi Peningkatan Profesionalitas Ketua Rahmat Zulfikar. Divisi Pemberdayaan Organisasi dan Advokasi Ketua Basri Iskandar, Divisi Peningkatan Kesejahteraan Yulin Dahu, Divisi Infokom Ketua Tomi Dako dan Divisi Kerjasama dipercayakan sebagai Ketua Hamid Saleh

Menurut Rencana, pengukuhan dan pelantikan pengurus akan dilaksanakan pada Konferensi Kerja Provinsi (KONKERPROV) PGRI Provinsi Gorontalo yang akan dipusatkan di Aula GERBANG EMAS Kompleks Perkantoran Blok Plan Molingkapoto Kab. Gorontalo Utara.

Disepakati pula untuk Kepengurusan di tingkat Provinsi diusulkan sebagai Pelindung Gubernur Gorontalo, Kepala Dinas Dikpora Provinsi, Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi dan Kepala BKD / Diklat Provinsi Gorontalo sementara Dewan Penasehat ditetapkan Pengurus PGRI Provinsi Gorontalo. Demikian pula untuk kepengurusan di tingkat Kabupaten/Kota diusulkan sebagai Pelindung Bupati/Walikota, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten, Kepala Kantor Kementerian Agama Kab./Kota dan Kepala BKD Kab./Kota.

Ketua PGRI Provinsi Gorontalo Prof. Nelson Pomalingo dalam pengarahannya kepada pengurus yang baru dipilih untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, dengan agenda utama berjuang memperbaiki nasib guru honor di masa-masa mendatang. Diharapkannya, agar pengurus senantiasa membina solidaritas dan soliditas organisasi.

Nelson mengharapkan pengurus yang baru ditunjuk untuk segera mempersiapkan agenda-agenda kerja, apalagi setelah pengukuhan segera mempersiapkan pelaksanaan Konferensi Kerja guna menyusun program organisasi di masa-masa mendatang.

Sebagai organisasi yang baru Nelson menekankan, akan banyak persoalan yang akan terus mencuat ke permukaan sehingga membutuhkan penghayatan nilai-nilai demokrasi, persatuan, kebersamaan dan komitmen yang tinggi untuk memperjuangkan nasib guru honor di masa-masa mendatang.

Turut hadir dalam kegiatan ini, Wakil Ketua PGRI Provinsi GorontalO Dra. Hj. Z. Mentemas Jusuf, Sekretaris Umum Hamka Manoppo, M.Pd, dan Toci Lamatenggo, M.Pd dan Drs. Hi. Abdullah Husain. (***)

Selasa, 27 September 2011

Nelson Bebas MURNI, MA KUKUHKAN PUTUSAN PN GORONTALO




Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia secara resmi memutuskan penolakan terhadap Kasasi yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Gorontalo, terkait dengan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Kota Gorontalo yang menetapkan putusan bebas murni kepada Prof. Dr. Ir. H. Nelson Pomalingo, M.Pd dalam kasus dugaan penyalahgunaan anggaran Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) rayon 28 Gorontalo quota 2006-2007. Keputusan MA ini disampaikan melalui surat resmi bernomor : 2692 K/Pidsus/2010 tanggal 18 Juli 2011. Dalam amar putusannya 1). MA tidak dapat menerima permohonan Kasasi oleh pemohon kasasi Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Gorontalo 2). Membebankan biaya perkara pada tingkat kasasi kepada Negara. Dengan keputusan ini sehingga perlu melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor : 303/Pid.D/PN Gorontalo tanggal 20 September 2010 dengan amar putusan sebagai berikut : 1). Menyatakan bahwa terdakwa atas nama Nelson Pomalingo, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer dan subsider Penuntut Umum. 2). Membebaskan terdakwa tersebut dari seluruh dakwaan. 3). Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya.

Dengan keluarnya surat Penetapan bebas murni terhadap mantan Rektor UNG ini,maka pelaksanaan PLPG di Gorontalo sudah dianggap benar, sesuai prosedur dan mekanisme yang ditetapkan oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Terkait dengan keputusan MA ini, maka pada Senin (15/8) lalu, Kejaksaan Negeri Gorontalo telah melakukan eksekusi yang diserahkan langsung kepada Prof. Nelson Pomalingo yang turut dihadiri pengacara Ismail Pelu, SH, pengurus dan anggota PGRI Provinsi Gorontalo, beberapa elemen masyarakat simpatisan Nelson dan elemen mahasiswa di daerah ini. Dalam prosesi ini Kejari Gorontalo menyerahkan surat bernomor “ 05/R.5.11/Fu.1/08/2011 dengan materi penegasan bahwa Kejari Gorontalo telah melaksanakan putusan MA RI.

Menyikapi keputusan bebas murni ini, Nelson Pomalingo menyatakan rasa syukur yang mendalam atas petunjuk dan Rahmat Allah SWT yang telah memberikan “Nur” (cahaya) kebenaran tidak hanya kepada dirinya pribadi tapi juga segenap keluarga, kerabat dan simpatisannya mulai dari komponen guru, akademisi, masyarakat biasa, mahasiswa dan aktifis. Untuk itu Deklarator Provinsi Gorontalo ini dengan penuh haru menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada segenap guru, Pengurus PGRI, rekan-rekan akademisi, mahasiswa dan masyarakat umum yang telah memberikan dukungan dan support kepadanya selama ini seraya berdoa semoga segala bentuk dukungan tersebut bernilai ibadah dihadapan Allah SWT.

Nelson menambahkan, keputusan bebas murni ini merupakan bukti otentik betapa kebenaran itu cepat atau lambat akan tetap muncul ke permukaan, Keputusan Mahkamah Agung RI yang eksekusi pelaksanaannya bertepatan dengan Bulan Suci Ramadhan 1432 H, merupakan berkah tidak hanya bagi dirinya pribadi tapi seluruh elemen masyarakat yang berpihak pada kebenaran. “Saya atas nama pribadi dan keluarga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh elemen masyarakat yang telah memberikan dukungan selama ini sehingga saya tetap kuat dan tegar menghadapi cobaan selama ini”tandas Nelson penuh haru. (AM)

Dr. Sulistyo,M.Pd, Siap Jadi Jurkam Davidson




Meski PGRI secara organisasi bersikap netral atau tidak berafiliasi dengan partai politik manapun di Indonesia, namun Ketua Pengurus Besar PGRI secara pribadi menyatakan kesiapannya untuk menjadi juru kampanye nasional (Jurkamnas) yang akan turun langsung mengkampanyekan Davidson pada perhelatan Pilgub November mendatang. Terkait dengan hal itu, Anggota DPD RI ini menegaskan, dirinya akan turun berkampanye selaku pribadi dengan melepas atribut sebagai Ketua PB PGRI.

Menurut Wakil Ketua PGRI Provinsi Gorontalo Dra. Hj. Z. Mentemas Jusuf, kesediaan mantan Rektor IKIP PGRI Semarang tersebut untuk terjun langsung berkampanye bagi Davidson, dilatar belakangi oleh pemikiran strategi yakni, David-Nelson adalah dua figure pemimpin yang memiliki komitmen besar terhadap perbaikan nasib guru, pembangunan pendidikan dan SDM secara menyeluruh. Apalagi kapasitas Nelson sebagai Guru Besar dan mantan Rektor, merupakan figure yang sangat tepat memimpin Gorontalo dalam lima tahun mendatang.

Dr. Sulistyo menurut Ibu Mentemas selama ini sangat mengapresiasi langkah-langkah dan terobosan Bupati David Bobihoe Akib di bidang pendidikan di Kab. Gorontalo. Demikian juga dengan kiprah Nelson Pomalingo yang sudah tidak diragukan lagi yakni selama ini secara proaktif menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan guru, dan kepentingan pendidikan secara keseluruhan.

Dukungan secara pribadi dari Ketua PB PGRI terhadap pencalonan Davidson di Pilgub Gorontalo kali ini, juga merupakan ekspresi kebanggaan terhadap lahirnya sosok- sosok pemimpin dari kalangan pendidik. PB, PGRI ungkap Sulistyo akan senantiasa mendorong setiap guru di Indonesia untuk tampil menjadi pemimpin, baik pemimpin dalam skala daerah maupun skala nasional.

Bagaimanapun juga, pendidikan, kata Sulistyo merupakan jantung kehidupan bangsa yang akan sangat menentukan nasib bangsa ini di masa-masa mendatang. Sektor-sektor vital seperti Pertanian, Kelautan, Perikanan, Perkebunan, Kehutanan, sektor Koperasi, dan sektor-sektor kehidupan masyarakat lainnya akan memberikan nilai tambah bagi masyarakat apabila dikelola oleh SDM yang professional dan berkualitas. Profesionalisme dan kualitas itu hanya bisa dicapai melalui pembangunan pendidikan yang berkualitas pula. Untuk itu kedepan pendidikan masih membutuhkan keberpihakan dan kepedulian dari para pengambil kebijakan. Jika pemimpin yang berasal tokoh pendidik yang akan tampil kedepan, maka dapat dipastikan kebijakan di bidang pendidikan akan terus digelontorkan menuju pada satu titik kemajuan yang hakiki. Oleh karena itu Dr. Sulistyo, M.Pd sangat mengharapkan agar guru-guru dan elemen pendidikan lainnya di Provinsi Gorontalo, sebenarnya tidak ada alas an untuk tidak mendukung sosok Nelson sebagai pendidik masuk ke dalam sistem pemerintahan di Provinsi Gorontalo.(AM)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes