Selasa, 27 September 2011

Nelson Seorang Master Of Possibilities




Dalam bukunya yang berjudul Tunda Kesenangan Demi Kebahagiaan yang Hakiki yang diterbitkan UNG tahun 2010, Sumarjo, mantan Wartawan salah satu media lokal Gorontalo yang kini memilih jadi Dosen Ilmu Komunikasi di UNG, menguraikan panjang lebar tentang kiprah Nelson selama memimpin UNG yang dikaitkan dengan hakekat kepemimpinan. Dalam salah satu bab di buku itu, Sumarjo menempatkan Nelson sebagai seorang Master of Possibilities yakni termasuk salah seorang pemimpin yang selalu mencari alternatif baru, mengembangkan problem menjadi sebuah tantangan, menganalisis suatu kondisi (swot;strength, weaknes, opportunity and treath) dan menemukan solusi kreatif , menghargai pembaruan, berani mencoba hal baru, selalu berpikir Divergen, yaitu berpikir kedepan, mempunyai visi-misi yang jelas, memiliki pandangan global, selalu mencari solusi-solusi dan kemungkinan-kemungkinan yang ada (Possible answer). Selama ini menurut Sumarjo, Gaya kepemimpinan adalah mengembangkan apa yang bisa dilakukan dari sekian banyak hambatan yang membentang dihadapannya. Sebuah cerita mengenai gaya ini adalah ketika pergulatan pilihan dalam pengembangan UNG menjadi Universitas atau tetap pada kompetensinya sebagai penghasil Guru. Pada pergulatan pilihan itulah, Nelson tampil elegan mampu menorobos pesimisme dan argument – argument yang ingin tetap mempertahankan status IKIP Gorontalo. Gubernur Fadel Muhammad beserta Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr. Malik Fadjar ketika itu termasuk deretan tokoh yang mendukung status IKIP Negeri untuk tetap dipertahankan. Alasan kedua tokoh ini bercermin pada kebijakan pemerintah pusat saat itu yang melebur IKIP menajdi Universitas di seluruh Indonesia sehingga tidak ada lagi lembaga pendidikan tinggi yang benar-benar fokus menghasilkan guru professional. IKIP Negeri Gorontalo dengan demikian bisa menjadi satu-satunya penghasil guru. Itu kan hebat, mungkin begitulah pemikiran sederhananya.

Namun seorang Nelson bisa membaca peluang yang mungkin tidak terlihat oleh orang lain bahwa sebagai perguruan tinggi yang sudah sekian puluh tahun berkutat dengan masalah kependidikan, tanpa dikomando pun, staf dan dosen UNG sudah tahu caranya mendidik mahasiswanya menjadi guru yang baik. Namun tidak demikian, kalau UNG memikirkan bagaimana menghasilkan sarjana yang non guru. Pilihan menjadi Universitas dengan tetap menjadi lokomotif penghasil tenaga pengajar di Provinsi Gorontalo dan daerah Indonesia Timur lainnya. Dengan konsep pemikiran itulah, Nelson tetap konsisten pada perjuangannya merintis lahirnya Universitas Negeri Gorontalo yang kini telah tampil memukau sebagai institusi berkualitas di Kawasan Timur Indonesia.
Konsekwensi dari pilihan perluasan core usaha UNG adalah makin banyak dosen yang non kependidikan yang menjadi tulang punggung lahirnya program studi non kependidikan. Nelson tampak telah memenangkan pertarungan. Paling menyolok bahwa kesempatan perluasan dan peningkatan SDM dosen makin terbuka lebar. Kedua, Lahirnya program studi baru, memicu eksodus mahasiswa untuk masuk ke UNG menjadi makin banyak. Muara dari semua itu, image UNG makin baik tidak hanya di tingkat nasional namun juga di tingkat internasional. Hal ini ditunjukkan oleh makin membaiknya peringkat UNG dalam pemeringkatan perrguruan tinggi di dunia maupun di tingkat nasional. Pengelolaan UNG yang sudah meninggalkan langgam birokrasi tradisional dan menuju pengelolaan perguruan tinggi modern telah ikut mendongkrak peringkat UNG di tengah-tengah belantara perguruan tinggi lain di dunia.

Dari contoh ini, Nelson seakan memberikan spirit dan ruh kepemimpinan yang sebebarnya, yakni Kepemimpinan dalam benak Nelson bukanlah sekedar masalah prestise pada jabatan yang dimiliki, bukan hanya sekedar posisi atau seberapa besar gaji yang diperoleh dan bukan pula sekedar memiliki pengetahuan dan intelektual yang tinggi. Kepemimpinan adalah sebuah tindakan konkrit dan lebih merupakan hasil dari proses panjang perubahan dan pengembangan (development process) karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang.

Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam (hati) dan perubahan karakter seseorang. Untuk menjadi pemimpin sejati yang mampu meraih kesuksesan diperlukan lebih dari sekedar memiliki kemampuan intelektual mengenai kepemimpinan. Harus ada keseimbangan antara kemampuan intelektual dengan kepemilikan karakter pribadi yang baik yang dibangun dari pengimbangan kualitas kemampuan emosional dan spiritual. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin agar diterima oleh rakyat atau kelompok yang dipimpinnya. (AM)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes