Selasa, 27 September 2011

Potret Guru dan Pendidikan Kita



Oleh :
Nurhadi Taha, S.Pd
Staf Pengajar di SMP Neg. 6 Kota Gorontalo

Dalam tulisan ini izinkan saya memulainya dengan sebuah kalimat yang menjadi semboyan pejuang pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro yang menyatakan“ semua orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah”. Semboyan ini mempunyai beragam penafsiran dari kalangan pengamat dan pemerhati pendidikan, ada yang menyatakan semboyan ini menandakan bahwa belajar bisa dimana saja, tanpa mengenal waktu dan batas serta suku adat dan istiadat. Selain itu ada juga yang menyatakan bahwa belajar itu bukan hanya saja di kampus serta di sekolah yang formal tetapi di mana saja kita harus belajar. Semua tafsiran diatas pada dasarnya memiliki satu makna dengan substansi yang jelas yakni pentingnya setiap kita untuk selalu belajar. Semboyan ini juga dapat disebut sebagai spirit pendidikan, yakni spirit untuk memperbaiki kualitas out put pendidikan.
Berbicara tentang kualitas pendidikan, tentu tidak terlepas dengan keberadaan guru sebagai garda terdepan dalam proses pendidikan. Guru sejak zaman dulu merupakan profesi yang mulia dan terhormat yang tidak semua orang mampu melakoninya. Namun seiring dengan perkembangan dan tuntutan zaman, guru di Indonesia juga mengalami fase dan masa pasang surut sesuai kondisi dan situasi yang berkembang. Untuk saat ini dan kedepan, profesi guru kian berat dan penuh tantangan yang menuntut sikap kreatifitas dan keteguhan untuk memberikan yang terbaik kepada anak didik sebagai penerus bangsa. Salah satu asumsi mendasar dari pentingnya kreatifitas guru adalah perkembangan dan kemajuan yang terus bergulir yang tidak lagi mengenal kompromi dan selalu saja menghadirkan hal-hal baru, kemajuan baru, penemuan – penemuan baru yang mau tidak mau harus diikuti perkembangannya.
Profesi guru menurut undang – undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen ( pasal 1ayat 1 ) dinyatakan bahwa “ guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menegah. Dari amanat undang-undang ini jelas tersirat bahwa profesi guru disatu sisi eksistensinya sangat vital bagi kelangsungan kehidupan bangsa sehingga guru memiliki beban tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan terutama dalam mengaplikasikan tugas dan tupoksinya di depan kelas, di lingkungan sekolah dan bahkan di tengah masyarakat. Dalam kegitaan belajar mengajar misalnya, guru harus membuat kalender pendidikan, menyusun program tahunan, program semester, memetakan standar kompetensi , membuat silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang kesemuanya butuh waktu, materi dan konsentarasi. Tidak heran jika saat ini, banyak guru yang hampir sulit untuk mencari waktu senggang berkumpul dan bercengkarama dengan keluarga, kerabat dan rekan sejawat mengingat waktunya banyak tersita untuk menyelesaikan tugas-tugas sebagai pendidik yang terkadang harus dibawa pulang ke rumah. Namun sayangnya dibalik tugas berat tersebut, profesi guru hingga saat ini belum sepenuhnya mendapat porsi kebijakan yang ideal, justru sebaliknya banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang justru medekonstruksi bangunan kualitas pendidikan yang tengah dirintis oleh guru dan masyarakat.
Dalam konteks lokal Provinsi Gorntalo misalnya, masih terdapat daerah di tingkat Kabupaten yang belum sepenuhnya mengakomodir kepentingan guru dalam kebijakan pemerintahannya. Dalam soal anggaran pendidikan sebagai contoh, meski Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah mengamantakan agar pemerintah mengalokasikan anggaran minimal 20 persen dari APBN dan APBD, namun sampai saat ini masih banyak daerah yang belum menggubrisnya. Padahal soal anggaran pendidikan ini, pada tahun 2008, PGRI telah menggugat pemerintah melalui Mahkamah Konstitusi yang dimenangkan oleh PGRI dengan amar putusan yang jelas bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD sesuai amanat konstitusi. Anggaran 20 persen yang dimaksud tidak termasuk didalamnya alokasi gaji dan tunjangan guru.
Dalam program peningkatan kesejahteraan guru, setiap daerah di Kabupaten dan Kota di Provinsi Gorontalo juga memiliki perbedaan standar kebijakan. Sebagai ilustrasi, daerah yang memberi Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) kepada guru baru sebatas dua daerah yakni Kab. Gorontalo dan Kab. Boalemo. Demikian juga dengan Tunjangan Guru terpencil, dua daerah ini konsisten mengucurkan anggarannya setiap tahun. Tidak heran pula dengan kebijakan yang berpihak pada guru ini, Kab. Gorontalo dan Boalemo sejauh ini mampu memperlihatkan capaian kemajuan yang menggembirakan.
Meski demikian secara umum boleh disebut bahwa selama ini, keberpihakan pemerintah Provinsi maupun Pemerintahan Kabupaten terhadap profesi guru masih belum memadai. Indikatornya dapat dilihat dari jumlah guru yang Sarjana dan non sarjana yang masih terpaut jauh.
Dari total guru di Provinsi Gorontalo saat ini yang mencapai 25.614 orang masih sekitar 70 persennya yang belum memiliki kulifikasi S1. Demikian pula, tunjangan guru honorer di Provinsi Gorontalo yang rata-rata hanya pada kisaran Rp. 150 – 300 ribu sangat kontras dengan tunjangan pejabat eselon I II dan III di Pemerintahan Provinsi yang mencapai puluhan juta per bulannya.
Selain masih minim di bidang diregulasi, Guru juga menghadapi persoalan dari luar semisal dari masyarakat itu sendiri. Tidak sedikit di lingkungan masyarakat, sering terdapat ungkapan-ungkapan yang menyakitkan berupa cemoohan dan tudingan lainnya yang menyerang guru ketika anak mereka memiliki persoalan di sekolah atau tidak naik kelas maupun tidak lulus.
Begitu juga dari kalangan bisnis / industrialis yang masih sering terdengar melakukan protes kepada para guru karena kualitas para lulusan pendidikan yang masih kurang memuaskan bagi kepentigan perusahaannya .
Tidak hanya itu, tantangan guru lainnya juga datang dari murid atau siswanya sendiri yang terkadang bersikap dualisme terhadap guru. Siswa menghormati gurunya ketika ingin mendapatkan nilai baik, naik kelas dan ingin lulus sekolah, tapi begitu kepentingan itu tidak ada,murid terkadang bersikap acuh tak acuh terhadap guru.
Fenomena-fenomena yang menjadi tantangan guru selama ini khususnya di Provinsi Gorontalo disatu sisi merupakan hal yang memiriskan, namun disisi lain harus ada upaya komprehensif untuk mengeliminir berbagai tantangan tersebut sehingga tantangan itu tidak terus menerus menjadi beban guru yang tak pernah berkesudahan.
Siapapun mengakui bahwa guru adalah profesi mulia dan terhormat, paling tidak mulai dari Presiden , Gubernur, Ketua DPRD, Bupati dan Walikota terlahir dari tangan dingin seorang guru , bukankah mereka para profesor itu juga terlahir dalam binaan seorang guru.
Dengan asumsi dan pertanyaan itu, akankah para guru terus saja diperlakukan dengan tidak adil dan terus menerus dijadikan kambing hitam?. Jawabannya tentu saja tidak, Guru adalah profesi yang teramat penting bagi penentu nasib bangsa kedepan, sehingga menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa untuk berpihak dan memperhatikan nasib guru. (***)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes